Budaya Hukum Pemberian Nafkah Anak Pasca Putusan Cerai Talak (Problem Pelaksanaan Putusan Pengadilan Agama Kajen)
Perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ialah ikatan lahir-bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun pada kenyataannya dalam membina rumah tanggany...
Saved in:
Main Authors: | , |
---|---|
Format: | Online |
Language: | Indonesia |
Published: |
Prodi Hukum Keluarga Islam Program Pascasarjana STAIN Pekalongan
2014
|
Online Access: | http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=144009 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ialah ikatan lahir-bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun pada kenyataannya dalam membina rumah tangganya sering terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang menyebabkan terjadi perceraian. Akibat dari perceraian membawa konsekuensi hukum bagi kedua belah pihak terhadap anak-anak mereka, anak-anak adalah tanggung jawab bersama ayah dan ibu dengan pembagian tugas hak asuh pada ibunya sedangkan tanggung jawab nafkah adalah bapaknya, Kompilasi Hukum Islam mengaturnya secara lebih rinci dalam pasal 105 sebagai berikut: dalam hal terjadinya perceraian: (a.) pemeliharaan anak yang belum mumayiz belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya; (b) pemeliharaan anak yang sudah mumayiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya; (c). biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. Akan tetapi kenyataannya, meskipun baik tersirat maupun tersurat putusan hakim dalam kasus perceraian (utamanya cerai talak) telah memiliki kekuatan hukum mengikat dengan memerintah seorang ayah tetap memberikan nafkah kepada anaknya, dalam prakteknya tidaklah demikian. Putusan hakim tersebut tidak dapat serta merta berlaku efektif. Menurut Friedman, dalam sebuah sistem hukum, selain harus ada substansi dan struktur, elemen lainnya adalah budaya hukum, Oleh karenanya dalam tesis ini penulis mengangkat masalah budaya hukum orang tua laki-laki dalam melaksanakan putusan Pengadilan Agama Kajen, dan faktor-faktor penyebab tidak dilaksanakannya putusan tersebut Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan yuridis sosiologis, dengan spesifikasi penelitian diskriptif analistis, metode pengumpulan data dilakukan dengan cara data kepustakaan (sekunder) dan data lapangan (primer), analisis dilakukan secara kualitatif. dari hasil penelitian menunjukan bahwa orang tua laki-laki yang dihukum untuk membayar nafkah anak tidak sepenuhnya melaksanakan putusan, bahkan sebagaian besar mengabaikan putusan tersebut, budaya hukum orang tua laki-laki tidak melaksanakan isi putusan pengadilan tersebut, akibatnya putusan resebut tidak terlaksana dengan efektif, Budaya hukum merupakan penentu dalam pelaksanaan putusan pengadilan efektif atau tidak, karena budaya hukum bagian dari sub dari sitem hukum yang berlaku di Indonesia, adapun faktor-faktor penyebab tidak dilaksanakannya isi putusan tersebut karena kurangnya kesadaran hukum dari orang tua laki-laki dan keadaan ekonomi tidak mencukupi untuk nafkah keluarga
Kata Kunci: Budaya Hukum, Nafkah anak pasca perceraian. Pelaksanaan putusan Pengadilan |
---|