Wali Nikah Dalam Pandangan Abu Hanifah Dan Asy-Syafi'i

Pernikahan mempunyai sejarah yang tua, setua sejarah manusia itu sendiri. Pernikahan telah mengalami perubahan aturan-aturannya sesuai dengan perubahan budaya manusia yang berbeda antara satu waktu dan tempat tertentu dengan waktu dan tempat yang lain. Dalam perjalanannya pernikahan telah jauh dari...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Authors: KHANANI, Dr. Ali Trigiyatno, M. Ag
Format: Online
Language:Indonesia
Published: Prodi Hukum Keluarga Islam Program Pascasarjana STAIN Pekalongan 2014
Online Access:http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=144031
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
id oai:slims-144031
recordtype slims
institution IAIN Pekalongan
collection Book
language Indonesia
format Online
author KHANANI
Dr. Ali Trigiyatno, M. Ag
spellingShingle KHANANI
Dr. Ali Trigiyatno, M. Ag
Wali Nikah Dalam Pandangan Abu Hanifah Dan Asy-Syafi'i
author_facet KHANANI
Dr. Ali Trigiyatno, M. Ag
author_sort KHANANI
title Wali Nikah Dalam Pandangan Abu Hanifah Dan Asy-Syafi'i
title_short Wali Nikah Dalam Pandangan Abu Hanifah Dan Asy-Syafi'i
title_full Wali Nikah Dalam Pandangan Abu Hanifah Dan Asy-Syafi'i
title_fullStr Wali Nikah Dalam Pandangan Abu Hanifah Dan Asy-Syafi'i
title_full_unstemmed Wali Nikah Dalam Pandangan Abu Hanifah Dan Asy-Syafi'i
title_sort wali nikah dalam pandangan abu hanifah dan asy-syafi'i
description Pernikahan mempunyai sejarah yang tua, setua sejarah manusia itu sendiri. Pernikahan telah mengalami perubahan aturan-aturannya sesuai dengan perubahan budaya manusia yang berbeda antara satu waktu dan tempat tertentu dengan waktu dan tempat yang lain. Dalam perjalanannya pernikahan telah jauh dari aturan Sang Pencipta, Allah SWT sampai kemudian Islam datang dan meluruskan sistem dan aturan yang tidak sesuai dengan ketinggian harkat manusia. Rumusan Islam tentang pernikahan dinyatakan dengan ungkapan misaqan galizan (akad yang kokoh). Suatu iakatan yang luhur untuk mewujudkan ketenangan, kebahagiaan yang dipenuhi kasih sayang untuk mewujudkan misi luhur kemanusiaan Ketentuan hukum yang menyangkut syarat dan rukun, yang salah satunya yaitu meliputi peran wali sebagai yang memiliki hak, kewenangan, dan sebagai pelaksana dalam akad nikah harus dipenuhinya. Karena pentingnya permasalahan wali, sehingga perlu adanya sorotan khusus tentang wali nikah, dimana para ulama membahasnya dalam pandangan yang bersifat komplek mengenai syaratnya, kedudukannya, kewenangannya, ijbar (otoritas) nya, perpindahannya, terhalangnya, dan lain sebagainya. Pandangan dan pendapat ulama ahli fikih dalam memahami sumber-sumber hukum yang berkaitan dengan wali nikah baik al-Quran maupun as-Sunnah bersifat mantuq maupun mafhum tidaklah semua seragam, ada yang mempunyai kedekatan persamaan, perdebatan, dan bahkan jauh dan seakan-akan tidak bisa dikomparatifkan Dari pendapat atau pandangan fuqaha tersebut, pendapat Abu Hanifah lebih nampak terdapat perbedaaan dengan pandangan atau pendapat ulama golongan lainnya, terlebih dengan pandangan atau pendapat Asy-Syafii tentang perwalian. Dengan sekilas melihat biografi keduanya, kiprahnya dalam keilmuan dan terlebih metode istimbath (pengambilan) hukumnya mengenai wali nikah dapat diketahui letak perbedaan dan segi yang bisa dikomperatifkan dari pendapat keduanya Undang-undang Perkawinan dan KHI banyak pasalnya yang terinspirasi dari sumber-sumber hukum Islam. Terlebih qanun (perundang-undangan) dibeberapa negara Muslim, terfokus pada persoalan wali nikah, terdapat kesamaan dan perbedaan yang bisa dijadikan tinjauan yang akan membuka luas pandangan tentang wali nikah.
publisher Prodi Hukum Keluarga Islam Program Pascasarjana STAIN Pekalongan
publishDate 2014
url http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=144031
_version_ 1690546813784817664
spelling oai:slims-144031Wali Nikah Dalam Pandangan Abu Hanifah Dan Asy-Syafi'i KHANANI Dr. Ali Trigiyatno, M. Ag Prodi Hukum Keluarga Islam Program Pascasarjana STAIN Pekalongan 2014 Indonesia Thesis Thesis x,115 hal.; 21 x 30 cm. Pernikahan mempunyai sejarah yang tua, setua sejarah manusia itu sendiri. Pernikahan telah mengalami perubahan aturan-aturannya sesuai dengan perubahan budaya manusia yang berbeda antara satu waktu dan tempat tertentu dengan waktu dan tempat yang lain. Dalam perjalanannya pernikahan telah jauh dari aturan Sang Pencipta, Allah SWT sampai kemudian Islam datang dan meluruskan sistem dan aturan yang tidak sesuai dengan ketinggian harkat manusia. Rumusan Islam tentang pernikahan dinyatakan dengan ungkapan misaqan galizan (akad yang kokoh). Suatu iakatan yang luhur untuk mewujudkan ketenangan, kebahagiaan yang dipenuhi kasih sayang untuk mewujudkan misi luhur kemanusiaan Ketentuan hukum yang menyangkut syarat dan rukun, yang salah satunya yaitu meliputi peran wali sebagai yang memiliki hak, kewenangan, dan sebagai pelaksana dalam akad nikah harus dipenuhinya. Karena pentingnya permasalahan wali, sehingga perlu adanya sorotan khusus tentang wali nikah, dimana para ulama membahasnya dalam pandangan yang bersifat komplek mengenai syaratnya, kedudukannya, kewenangannya, ijbar (otoritas) nya, perpindahannya, terhalangnya, dan lain sebagainya. Pandangan dan pendapat ulama ahli fikih dalam memahami sumber-sumber hukum yang berkaitan dengan wali nikah baik al-Quran maupun as-Sunnah bersifat mantuq maupun mafhum tidaklah semua seragam, ada yang mempunyai kedekatan persamaan, perdebatan, dan bahkan jauh dan seakan-akan tidak bisa dikomparatifkan Dari pendapat atau pandangan fuqaha tersebut, pendapat Abu Hanifah lebih nampak terdapat perbedaaan dengan pandangan atau pendapat ulama golongan lainnya, terlebih dengan pandangan atau pendapat Asy-Syafii tentang perwalian. Dengan sekilas melihat biografi keduanya, kiprahnya dalam keilmuan dan terlebih metode istimbath (pengambilan) hukumnya mengenai wali nikah dapat diketahui letak perbedaan dan segi yang bisa dikomperatifkan dari pendapat keduanya Undang-undang Perkawinan dan KHI banyak pasalnya yang terinspirasi dari sumber-sumber hukum Islam. Terlebih qanun (perundang-undangan) dibeberapa negara Muslim, terfokus pada persoalan wali nikah, terdapat kesamaan dan perbedaan yang bisa dijadikan tinjauan yang akan membuka luas pandangan tentang wali nikah. Pernikahan mempunyai sejarah yang tua, setua sejarah manusia itu sendiri. Pernikahan telah mengalami perubahan aturan-aturannya sesuai dengan perubahan budaya manusia yang berbeda antara satu waktu dan tempat tertentu dengan waktu dan tempat yang lain. Dalam perjalanannya pernikahan telah jauh dari aturan Sang Pencipta, Allah SWT sampai kemudian Islam datang dan meluruskan sistem dan aturan yang tidak sesuai dengan ketinggian harkat manusia. Rumusan Islam tentang pernikahan dinyatakan dengan ungkapan misaqan galizan (akad yang kokoh). Suatu iakatan yang luhur untuk mewujudkan ketenangan, kebahagiaan yang dipenuhi kasih sayang untuk mewujudkan misi luhur kemanusiaan Ketentuan hukum yang menyangkut syarat dan rukun, yang salah satunya yaitu meliputi peran wali sebagai yang memiliki hak, kewenangan, dan sebagai pelaksana dalam akad nikah harus dipenuhinya. Karena pentingnya permasalahan wali, sehingga perlu adanya sorotan khusus tentang wali nikah, dimana para ulama membahasnya dalam pandangan yang bersifat komplek mengenai syaratnya, kedudukannya, kewenangannya, ijbar (otoritas) nya, perpindahannya, terhalangnya, dan lain sebagainya. Pandangan dan pendapat ulama ahli fikih dalam memahami sumber-sumber hukum yang berkaitan dengan wali nikah baik al-Quran maupun as-Sunnah bersifat mantuq maupun mafhum tidaklah semua seragam, ada yang mempunyai kedekatan persamaan, perdebatan, dan bahkan jauh dan seakan-akan tidak bisa dikomparatifkan Dari pendapat atau pandangan fuqaha tersebut, pendapat Abu Hanifah lebih nampak terdapat perbedaaan dengan pandangan atau pendapat ulama golongan lainnya, terlebih dengan pandangan atau pendapat Asy-Syafii tentang perwalian. Dengan sekilas melihat biografi keduanya, kiprahnya dalam keilmuan dan terlebih metode istimbath (pengambilan) hukumnya mengenai wali nikah dapat diketahui letak perbedaan dan segi yang bisa dikomperatifkan dari pendapat keduanya Undang-undang Perkawinan dan KHI banyak pasalnya yang terinspirasi dari sumber-sumber hukum Islam. Terlebih qanun (perundang-undangan) dibeberapa negara Muslim, terfokus pada persoalan wali nikah, terdapat kesamaan dan perbedaan yang bisa dijadikan tinjauan yang akan membuka luas pandangan tentang wali nikah. Rukun Nikah-Wali Nikah 144031 http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=144031 144031 KHA w 14TS144031.00
score 11.174184