Pemikiran Jamal Al Banna Tentang Bara ah Asliyyah Dalam Kitab Nahw Fiqh Jadid

Setelah sekian lama tradisi keilmuan Islam mengalami kelesuan akibat meluasnnya tradisi taklid, belakangan muncul pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam bidang fiqih, yang kemundurannya ditengarai sebagai penyebab keterbelakangan umat muslim. Salah satu tokohnya adalah Jamal al-Banna, yang mengus...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Authors: IRFANDI, Akhmad Jalaludin, M.A
Format: Online
Language:Indonesia
Published: Jurusan Syariah- Prodi S-1 Al Ahwal Al Syakhshiyyah STAIN Pekalongan 2013
Online Access:http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=7611
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
id oai:slims-7611
recordtype slims
institution IAIN Pekalongan
collection Book
language Indonesia
format Online
author IRFANDI
Akhmad Jalaludin, M.A
spellingShingle IRFANDI
Akhmad Jalaludin, M.A
Pemikiran Jamal Al Banna Tentang Bara ah Asliyyah Dalam Kitab Nahw Fiqh Jadid
author_facet IRFANDI
Akhmad Jalaludin, M.A
author_sort IRFANDI
title Pemikiran Jamal Al Banna Tentang Bara ah Asliyyah Dalam Kitab Nahw Fiqh Jadid
title_short Pemikiran Jamal Al Banna Tentang Bara ah Asliyyah Dalam Kitab Nahw Fiqh Jadid
title_full Pemikiran Jamal Al Banna Tentang Bara ah Asliyyah Dalam Kitab Nahw Fiqh Jadid
title_fullStr Pemikiran Jamal Al Banna Tentang Bara ah Asliyyah Dalam Kitab Nahw Fiqh Jadid
title_full_unstemmed Pemikiran Jamal Al Banna Tentang Bara ah Asliyyah Dalam Kitab Nahw Fiqh Jadid
title_sort pemikiran jamal al banna tentang bara ah asliyyah dalam kitab nahw fiqh jadid
description Setelah sekian lama tradisi keilmuan Islam mengalami kelesuan akibat meluasnnya tradisi taklid, belakangan muncul pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam bidang fiqih, yang kemundurannya ditengarai sebagai penyebab keterbelakangan umat muslim. Salah satu tokohnya adalah Jamal al-Banna, yang mengusung gagasan pembaharuan fiqih melalui karyanya Nahw Fiqh Jadid. Salah satu pemikiran Jamal yang ditawarkan adalah gagasannya terkait prinsip bara ah asliyyah. Menurut jamal, bara ah asliyyah adalah prinsip penting yang mencakup sebagaian besar persoalan yang dihadapi manusia. Oleh karenanya, bara ah asliyyah semestinya dijadikan dalil hukum pokok, sejajar dengan al- Quran, sunah, ijmak dan qiyas. Berangkat dari pemikiran tersebut, jamal menolak sadd az-zariah yang dinilai bertentangan dengan prinsip bara ah asliyyah. Implikasi lain dari pemikiran di atas adalah hadirnya rumusan hukum taklīfi baru, yang hanya mengenal tiga kategori hukum: wajib, haram dan afw. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui landasan epistemologis, implikasi yang timbul serta relevansi pemikiran Jamal tersebut. Terkait rumusan hukum taklīfi yang ditawarkan Jamal, penelitian ini bermaksud untuk menguji hipotesa yang menyatakan bahwa semakin mendalam analisis terhadap nas khiṭab, akan menghasilkan rumusan hukum taklīfi yang lebih rinci. Sebaliknya, analisis yang kurang mendalam juga menghasilkan rumusan hukum taklīfi yang kurang rinci. Pada aras ini, penelitian ini akan mengkaji sejauh mana analisis Jamal al- Banna terhadap nas, sehingga memunculkan rumusan hukum taklīfi yang hanya mengenal kategori hukum wajib, haram dan afw. Dengan harapan penelitian ini berguna untuk memperkaya khazanah wacana fiqih, sekaligus sebagai bentuk apresiasi terhadap pemikiran baru yang diusung Jamal. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), dengan sifat penelitian eksplanatoris. Untuk memahami dan menjawab permasalahan penelitian, penelitian ini menggunakan pendekatan ushul fiqih. Dan untuk mempertajam analisis pemikiran sang tokoh, digunakan pula pendekatan hermeneutis, yaitu pendekatan yang menggabungkan pendekatan teologis, filosofis dan logis. Dengan pendekatan di atas, penelitian ini berhasil menghasilkan beberapa temuan: Pertama, Spirit dan motivasi Jamal terkait pemikirannya tentang bara ah asliyyah adalah untuk menghasilkan fiqih taysir (mempermudah), sebagai bagian dari prinsip taqlil at-takalif yang merupakan prinsip dasar hukum Islam. Spirit xii taysir dalam pemikiran jamal mewujud dalam bentuk penyempitan wilayah haram dan perluasan wilayah halal berdasar prinsip bara ah asliyyah. Kedua, Implikasi teoritis dari pemikiran tentang bara ah asliyyah adalah tidak diakuinya sadd azzariah, dan lahirnya hukum taklifi dengan wajah baru. Berkaitan dengan hukum taklifi, gagasan Jamal yang memperkenalkan hukum taklīfi yang lebih bukan karena kurang mendalamnya analisis naṣ yang dilakukan Jamal, melainkan karena pendekatan yang digunakan dalam memahami nas bukan dngan pendekatan bahasa sebagaimana lazim digunakan oleh Usuliyyun Mutakallimīn dan Ḥanafiyyah, melainkan dengan pendekatan nilai, dalam arti ketika menjumpai teks khitab, Jamal melihat kesesuaian muatan khitab tersebut dengan nilai-nilai fundamental al-Quran, bukan dengan melihat indikator-indikator khitab sebagaimana digunakan Usuliyyun pada umumnya. Oleh karenanya, rumusan hukum tersebut hanya digunakan dalam persoalan-persoalan sosial yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai fundamental al-Quran, bukan dalam persoalan ibadah mahdah. Ketiga, Pemikiran Jamal tersebut mempunyai relevansi dari dua sisi: dari sisi akademis, pemikiran tersebut merupakan pemikiran orisinil dan jernih, sehingga semakin memperkaya khazanah wacana pembaharuan fiqih. Dari sisi praksis, pemikiran ini juga dapat menjadi bagian dari instrumen kebangkitan umat.
publisher Jurusan Syariah- Prodi S-1 Al Ahwal Al Syakhshiyyah STAIN Pekalongan
publishDate 2013
url http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=7611
_version_ 1690547557413945344
spelling oai:slims-7611Pemikiran Jamal Al Banna Tentang Bara ah Asliyyah Dalam Kitab Nahw Fiqh Jadid IRFANDI Akhmad Jalaludin, M.A Jurusan Syariah- Prodi S-1 Al Ahwal Al Syakhshiyyah STAIN Pekalongan 2013 Indonesia Skripsi Skripsi xvi.;.135 hal.; 21 X 30 cm. Setelah sekian lama tradisi keilmuan Islam mengalami kelesuan akibat meluasnnya tradisi taklid, belakangan muncul pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam bidang fiqih, yang kemundurannya ditengarai sebagai penyebab keterbelakangan umat muslim. Salah satu tokohnya adalah Jamal al-Banna, yang mengusung gagasan pembaharuan fiqih melalui karyanya Nahw Fiqh Jadid. Salah satu pemikiran Jamal yang ditawarkan adalah gagasannya terkait prinsip bara ah asliyyah. Menurut jamal, bara ah asliyyah adalah prinsip penting yang mencakup sebagaian besar persoalan yang dihadapi manusia. Oleh karenanya, bara ah asliyyah semestinya dijadikan dalil hukum pokok, sejajar dengan al- Quran, sunah, ijmak dan qiyas. Berangkat dari pemikiran tersebut, jamal menolak sadd az-zariah yang dinilai bertentangan dengan prinsip bara ah asliyyah. Implikasi lain dari pemikiran di atas adalah hadirnya rumusan hukum taklīfi baru, yang hanya mengenal tiga kategori hukum: wajib, haram dan afw. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui landasan epistemologis, implikasi yang timbul serta relevansi pemikiran Jamal tersebut. Terkait rumusan hukum taklīfi yang ditawarkan Jamal, penelitian ini bermaksud untuk menguji hipotesa yang menyatakan bahwa semakin mendalam analisis terhadap nas khiṭab, akan menghasilkan rumusan hukum taklīfi yang lebih rinci. Sebaliknya, analisis yang kurang mendalam juga menghasilkan rumusan hukum taklīfi yang kurang rinci. Pada aras ini, penelitian ini akan mengkaji sejauh mana analisis Jamal al- Banna terhadap nas, sehingga memunculkan rumusan hukum taklīfi yang hanya mengenal kategori hukum wajib, haram dan afw. Dengan harapan penelitian ini berguna untuk memperkaya khazanah wacana fiqih, sekaligus sebagai bentuk apresiasi terhadap pemikiran baru yang diusung Jamal. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), dengan sifat penelitian eksplanatoris. Untuk memahami dan menjawab permasalahan penelitian, penelitian ini menggunakan pendekatan ushul fiqih. Dan untuk mempertajam analisis pemikiran sang tokoh, digunakan pula pendekatan hermeneutis, yaitu pendekatan yang menggabungkan pendekatan teologis, filosofis dan logis. Dengan pendekatan di atas, penelitian ini berhasil menghasilkan beberapa temuan: Pertama, Spirit dan motivasi Jamal terkait pemikirannya tentang bara ah asliyyah adalah untuk menghasilkan fiqih taysir (mempermudah), sebagai bagian dari prinsip taqlil at-takalif yang merupakan prinsip dasar hukum Islam. Spirit xii taysir dalam pemikiran jamal mewujud dalam bentuk penyempitan wilayah haram dan perluasan wilayah halal berdasar prinsip bara ah asliyyah. Kedua, Implikasi teoritis dari pemikiran tentang bara ah asliyyah adalah tidak diakuinya sadd azzariah, dan lahirnya hukum taklifi dengan wajah baru. Berkaitan dengan hukum taklifi, gagasan Jamal yang memperkenalkan hukum taklīfi yang lebih bukan karena kurang mendalamnya analisis naṣ yang dilakukan Jamal, melainkan karena pendekatan yang digunakan dalam memahami nas bukan dngan pendekatan bahasa sebagaimana lazim digunakan oleh Usuliyyun Mutakallimīn dan Ḥanafiyyah, melainkan dengan pendekatan nilai, dalam arti ketika menjumpai teks khitab, Jamal melihat kesesuaian muatan khitab tersebut dengan nilai-nilai fundamental al-Quran, bukan dengan melihat indikator-indikator khitab sebagaimana digunakan Usuliyyun pada umumnya. Oleh karenanya, rumusan hukum tersebut hanya digunakan dalam persoalan-persoalan sosial yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai fundamental al-Quran, bukan dalam persoalan ibadah mahdah. Ketiga, Pemikiran Jamal tersebut mempunyai relevansi dari dua sisi: dari sisi akademis, pemikiran tersebut merupakan pemikiran orisinil dan jernih, sehingga semakin memperkaya khazanah wacana pembaharuan fiqih. Dari sisi praksis, pemikiran ini juga dapat menjadi bagian dari instrumen kebangkitan umat. Setelah sekian lama tradisi keilmuan Islam mengalami kelesuan akibat meluasnnya tradisi taklid, belakangan muncul pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam bidang fiqih, yang kemundurannya ditengarai sebagai penyebab keterbelakangan umat muslim. Salah satu tokohnya adalah Jamal al-Banna, yang mengusung gagasan pembaharuan fiqih melalui karyanya Nahw Fiqh Jadid. Salah satu pemikiran Jamal yang ditawarkan adalah gagasannya terkait prinsip bara ah asliyyah. Menurut jamal, bara ah asliyyah adalah prinsip penting yang mencakup sebagaian besar persoalan yang dihadapi manusia. Oleh karenanya, bara ah asliyyah semestinya dijadikan dalil hukum pokok, sejajar dengan al- Quran, sunah, ijmak dan qiyas. Berangkat dari pemikiran tersebut, jamal menolak sadd az-zariah yang dinilai bertentangan dengan prinsip bara ah asliyyah. Implikasi lain dari pemikiran di atas adalah hadirnya rumusan hukum taklīfi baru, yang hanya mengenal tiga kategori hukum: wajib, haram dan afw. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui landasan epistemologis, implikasi yang timbul serta relevansi pemikiran Jamal tersebut. Terkait rumusan hukum taklīfi yang ditawarkan Jamal, penelitian ini bermaksud untuk menguji hipotesa yang menyatakan bahwa semakin mendalam analisis terhadap nas khiṭab, akan menghasilkan rumusan hukum taklīfi yang lebih rinci. Sebaliknya, analisis yang kurang mendalam juga menghasilkan rumusan hukum taklīfi yang kurang rinci. Pada aras ini, penelitian ini akan mengkaji sejauh mana analisis Jamal al- Banna terhadap nas, sehingga memunculkan rumusan hukum taklīfi yang hanya mengenal kategori hukum wajib, haram dan afw. Dengan harapan penelitian ini berguna untuk memperkaya khazanah wacana fiqih, sekaligus sebagai bentuk apresiasi terhadap pemikiran baru yang diusung Jamal. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), dengan sifat penelitian eksplanatoris. Untuk memahami dan menjawab permasalahan penelitian, penelitian ini menggunakan pendekatan ushul fiqih. Dan untuk mempertajam analisis pemikiran sang tokoh, digunakan pula pendekatan hermeneutis, yaitu pendekatan yang menggabungkan pendekatan teologis, filosofis dan logis. Dengan pendekatan di atas, penelitian ini berhasil menghasilkan beberapa temuan: Pertama, Spirit dan motivasi Jamal terkait pemikirannya tentang bara ah asliyyah adalah untuk menghasilkan fiqih taysir (mempermudah), sebagai bagian dari prinsip taqlil at-takalif yang merupakan prinsip dasar hukum Islam. Spirit xii taysir dalam pemikiran jamal mewujud dalam bentuk penyempitan wilayah haram dan perluasan wilayah halal berdasar prinsip bara ah asliyyah. Kedua, Implikasi teoritis dari pemikiran tentang bara ah asliyyah adalah tidak diakuinya sadd azzariah, dan lahirnya hukum taklifi dengan wajah baru. Berkaitan dengan hukum taklifi, gagasan Jamal yang memperkenalkan hukum taklīfi yang lebih bukan karena kurang mendalamnya analisis naṣ yang dilakukan Jamal, melainkan karena pendekatan yang digunakan dalam memahami nas bukan dngan pendekatan bahasa sebagaimana lazim digunakan oleh Usuliyyun Mutakallimīn dan Ḥanafiyyah, melainkan dengan pendekatan nilai, dalam arti ketika menjumpai teks khitab, Jamal melihat kesesuaian muatan khitab tersebut dengan nilai-nilai fundamental al-Quran, bukan dengan melihat indikator-indikator khitab sebagaimana digunakan Usuliyyun pada umumnya. Oleh karenanya, rumusan hukum tersebut hanya digunakan dalam persoalan-persoalan sosial yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai fundamental al-Quran, bukan dalam persoalan ibadah mahdah. Ketiga, Pemikiran Jamal tersebut mempunyai relevansi dari dua sisi: dari sisi akademis, pemikiran tersebut merupakan pemikiran orisinil dan jernih, sehingga semakin memperkaya khazanah wacana pembaharuan fiqih. Dari sisi praksis, pemikiran ini juga dapat menjadi bagian dari instrumen kebangkitan umat. Fiqih : Ijtihad - Taqlid AS13.076 http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=7611 AS13.076 IRF p 00SK007611.00
score 11.174184