Wali Mujbir dalam Perspektif Hukum Islam dan Relevansinya dengan Masa Kini

Perkawinan dalam Islam harus memenuhi syarat dan rukun tertentu. Menurut hukum Islam, wali nikah adalah hal yang sangat penting dan menentukan, tidak sah akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Orang tua, dalam kebudayaan kita memilki kekuasaan yang besar untuk menentukan sepenuhnya tanpa pe...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Authors: Rohibul Khoirot, Drs. H. Sudaryo El Kamali, M.A
Format: Online
Language:Indonesia
Published: Jurusan Syariah- Prodi S-1 Al Ahwal Al Syakhshiyyah- STAIN Pekalongan 2008
Online Access:http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=89031
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
id oai:slims-89031
recordtype slims
spelling oai:slims-89031Wali Mujbir dalam Perspektif Hukum Islam dan Relevansinya dengan Masa Kini Rohibul Khoirot Drs. H. Sudaryo El Kamali, M.A Jurusan Syariah- Prodi S-1 Al Ahwal Al Syakhshiyyah- STAIN Pekalongan 2008 Indonesia Skripsi Skripsi xii, 123 hal.; 30 cm. Perkawinan dalam Islam harus memenuhi syarat dan rukun tertentu. Menurut hukum Islam, wali nikah adalah hal yang sangat penting dan menentukan, tidak sah akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Orang tua, dalam kebudayaan kita memilki kekuasaan yang besar untuk menentukan sepenuhnya tanpa persetujuan anak, calon suami dari anak gadisnya, hak ini dalam fiqih disebut hak ijbar. Mengacu hal tersebut, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana ketentuan wali mujbir menurut perspektif hukum Islam, bagaimana relevansi wali mujbir menurut perspektif hukum Islam dengan masa kini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persetujuan kedua belah pihak merupakan hal penting. Seorang ayah wajib mengajak berunding dan meminta izin kepada anak ketika hendak dinikahkan. Tidak boleh menikahkan anak perempuan tanpa ridlanya. Ijbar seorang ayah berupa tanggung jawab, dengan asumsi anak perempuannya belum atau tidak memiliki kemampuan untuk bertindak sendiri, bukan untuk memaksakan kehendak. Penggunaan hak ijbar seorang wali baik terhadap gadis yang belum dewasa, gadis dewasa maupun terhadap janda belem dewasa sudah tidak relevan lagi dengan saat ini. Karena suatu perkawinanan sesuai dengan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 6 dan KHI pasal 16 menyebutkan bahwa perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua mempelai. Wali mujbir hanya dapat menggunakan hak ijbarnya terbatas pada gadis ghairu aqil yang sudah dewasa saja. Perkawinan dalam Islam harus memenuhi syarat dan rukun tertentu. Menurut hukum Islam, wali nikah adalah hal yang sangat penting dan menentukan, tidak sah akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Orang tua, dalam kebudayaan kita memilki kekuasaan yang besar untuk menentukan sepenuhnya tanpa persetujuan anak, calon suami dari anak gadisnya, hak ini dalam fiqih disebut hak ijbar. Mengacu hal tersebut, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana ketentuan wali mujbir menurut perspektif hukum Islam, bagaimana relevansi wali mujbir menurut perspektif hukum Islam dengan masa kini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persetujuan kedua belah pihak merupakan hal penting. Seorang ayah wajib mengajak berunding dan meminta izin kepada anak ketika hendak dinikahkan. Tidak boleh menikahkan anak perempuan tanpa ridlanya. Ijbar seorang ayah berupa tanggung jawab, dengan asumsi anak perempuannya belum atau tidak memiliki kemampuan untuk bertindak sendiri, bukan untuk memaksakan kehendak. Penggunaan hak ijbar seorang wali baik terhadap gadis yang belum dewasa, gadis dewasa maupun terhadap janda belem dewasa sudah tidak relevan lagi dengan saat ini. Karena suatu perkawinanan sesuai dengan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 6 dan KHI pasal 16 menyebutkan bahwa perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua mempelai. Wali mujbir hanya dapat menggunakan hak ijbarnya terbatas pada gadis ghairu aqil yang sudah dewasa saja. Hukum Islam - Akad Nikah 2X4.312 http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=89031 2X4.312 KHO w 08TD089031.00
institution IAIN Pekalongan
collection Book
language Indonesia
format Online
author Rohibul Khoirot
Drs. H. Sudaryo El Kamali, M.A
spellingShingle Rohibul Khoirot
Drs. H. Sudaryo El Kamali, M.A
Wali Mujbir dalam Perspektif Hukum Islam dan Relevansinya dengan Masa Kini
author_facet Rohibul Khoirot
Drs. H. Sudaryo El Kamali, M.A
author_sort Rohibul Khoirot
title Wali Mujbir dalam Perspektif Hukum Islam dan Relevansinya dengan Masa Kini
title_short Wali Mujbir dalam Perspektif Hukum Islam dan Relevansinya dengan Masa Kini
title_full Wali Mujbir dalam Perspektif Hukum Islam dan Relevansinya dengan Masa Kini
title_fullStr Wali Mujbir dalam Perspektif Hukum Islam dan Relevansinya dengan Masa Kini
title_full_unstemmed Wali Mujbir dalam Perspektif Hukum Islam dan Relevansinya dengan Masa Kini
title_sort wali mujbir dalam perspektif hukum islam dan relevansinya dengan masa kini
description Perkawinan dalam Islam harus memenuhi syarat dan rukun tertentu. Menurut hukum Islam, wali nikah adalah hal yang sangat penting dan menentukan, tidak sah akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Orang tua, dalam kebudayaan kita memilki kekuasaan yang besar untuk menentukan sepenuhnya tanpa persetujuan anak, calon suami dari anak gadisnya, hak ini dalam fiqih disebut hak ijbar. Mengacu hal tersebut, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana ketentuan wali mujbir menurut perspektif hukum Islam, bagaimana relevansi wali mujbir menurut perspektif hukum Islam dengan masa kini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persetujuan kedua belah pihak merupakan hal penting. Seorang ayah wajib mengajak berunding dan meminta izin kepada anak ketika hendak dinikahkan. Tidak boleh menikahkan anak perempuan tanpa ridlanya. Ijbar seorang ayah berupa tanggung jawab, dengan asumsi anak perempuannya belum atau tidak memiliki kemampuan untuk bertindak sendiri, bukan untuk memaksakan kehendak. Penggunaan hak ijbar seorang wali baik terhadap gadis yang belum dewasa, gadis dewasa maupun terhadap janda belem dewasa sudah tidak relevan lagi dengan saat ini. Karena suatu perkawinanan sesuai dengan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 6 dan KHI pasal 16 menyebutkan bahwa perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua mempelai. Wali mujbir hanya dapat menggunakan hak ijbarnya terbatas pada gadis ghairu aqil yang sudah dewasa saja.
publisher Jurusan Syariah- Prodi S-1 Al Ahwal Al Syakhshiyyah- STAIN Pekalongan
publishDate 2008
url http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=89031
_version_ 1690547241182298112
score 11.174184