Pemikiran Mahmud Syaltutu tentang Poligami

Poligami mempunyai pengertian bahwa seorang suami diperbolehkan mempunyai istri lebih dari seorang. Poligami sendiri telah ada sejak jaman jahiliyah. Adapun Islam kemudian memberikan batasan dan syarat-syarat tertentu dan tidak mengijinkan semua orang untuk berpoligami sebagaimana yang terjadi pada...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Authors: Nur Khasanah, Magfur Ahmad, M.Ag dan Abdul A
Format: Online
Language:Indonesia
Published: Jurusan Syariah-Prodi S-1 Al Ahwal Al Syakhsiyyah - STAIN PEKALONGAN 2006
Online Access:http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=79047
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Poligami mempunyai pengertian bahwa seorang suami diperbolehkan mempunyai istri lebih dari seorang. Poligami sendiri telah ada sejak jaman jahiliyah. Adapun Islam kemudian memberikan batasan dan syarat-syarat tertentu dan tidak mengijinkan semua orang untuk berpoligami sebagaimana yang terjadi pada jaman sebelum Islam. para Ulama tradisional sepakat bahwa secara mutlak bahwa poligami itu diperbolehkan dengan syarat adil, dan mereka membatasi syarat keadilannya itu hanya dalam hal materi dan tergantung pada kebaikan suami saja. Sementara menurut Mahmud Syaltut bahwa persoalan diperbolehkan poligami dilihat dari dua segi, yaitu poligami dilihat dari segi nash-nash syariat dan dari keadaan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendapat mahmud syaltut mengenai syarat keadilan dalam poligami serta membahas mengenai istimbath hukum yang digunakan Mahmud Syaltut dalam Poligami. Jenis penelitian ini adalah kepustakaan dengan pendekatan kualitatif. Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa Mahmud Syaltutu berpendapat diperbolehkannya poligami dilihat, pertama, poligami dilihat dari nash-nash syariat artinya poligami jauh sebelum datangnya Islam sudah ada. Islam tidak mengada-ada sesuatu yang baru dan telah dikenal sebelumnya dan juga dalam nash-nash bahwa tidak diperbolehkannya oleh syariat dengan dalil karena keadilan dan yang kedua dilihat dari keadaan masyarakt atau individu yang bersangkutan artinya apakah dengan poligami bisa mendatangkan maslahat atau mafsadat, hingga poligami itu boleh atau tidak boleh dilakukan.