Penundaan Ibadah Haji Pasca Istita'ah Menurut Imam Al-Syafi'i

Persoalan penundaan ibadah haji bermula dari perintah ibadah haji itu sendiri yang terdapat di dalam surat Ali Imran ayat 97 : Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah. Dan firman Allah SWT di dalam surat al-Baqarah ayat 196 : Dan sempurnakanlah ibadah haji dam umrah karena Allah. Ke...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Xahron Arzad
Format: Online
Language:Indonesia
Published: Jurusan Syariah-Prodi S-1 Al Ahwal Al Syakhsiyyah- STAIN Pekalongan 2014
Online Access:http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=990981
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
id oai:slims-990981
recordtype slims
spelling oai:slims-990981Penundaan Ibadah Haji Pasca Istita'ah Menurut Imam Al-Syafi'i Xahron Arzad Jurusan Syariah-Prodi S-1 Al Ahwal Al Syakhsiyyah- STAIN Pekalongan 2014 Indonesia BUKU BUKU xi,78 hal.; 21X30 cm. Persoalan penundaan ibadah haji bermula dari perintah ibadah haji itu sendiri yang terdapat di dalam surat Ali Imran ayat 97 : Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah. Dan firman Allah SWT di dalam surat al-Baqarah ayat 196 : Dan sempurnakanlah ibadah haji dam umrah karena Allah. Kedua ayat di atas berkaitan dengan perintah ibadah haji, namun tidak menyebutkan perintah itu dengan segera atau tidak dilaksanakan dengan segera. Oleh sebab itu para ulama Fikih berbeda pendapat dalam menentapkan kewajiban haji, apakah disegerakan atau boleh ditunda. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah, bagaimana penundaan ibadah haji pasca istitaah menurut Imam Al-Syafii. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research), sebagai analisinya menggunakan pendekatan yuridis dengan metode deduktif-induktif. Berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa: Pertama, Imam Al-Syafii membagi dua macam tentang pengertian istitaah, yaitu kemampuan karena dirinya sendiri dan kemampuan bukan karena dirinya sendiri atau melalui kemampuan orang lain. Kedua, Imam Syafii menyatakan bahwa ibadah haji itu termasuk kewajiban yang bersifat tarakhi (kelonggaran) atau boleh ditunda. Dijelaskan bahwa keadaan dibolehkannya mengakhirkan haji apabila adanya azam (tekad) yang bisa dikerjakan pada waktu yang akan datang. Karena Rasul SAW sendiri menunda pelaksanaan ibadah haji sampai pada tahun ke-10 Hijriah walaupun kewajiban ibadah haji disyaratkan pada tahun ke-6 Hijriah. Persoalan penundaan ibadah haji bermula dari perintah ibadah haji itu sendiri yang terdapat di dalam surat Ali Imran ayat 97 : Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah. Dan firman Allah SWT di dalam surat al-Baqarah ayat 196 : Dan sempurnakanlah ibadah haji dam umrah karena Allah. Kedua ayat di atas berkaitan dengan perintah ibadah haji, namun tidak menyebutkan perintah itu dengan segera atau tidak dilaksanakan dengan segera. Oleh sebab itu para ulama Fikih berbeda pendapat dalam menentapkan kewajiban haji, apakah disegerakan atau boleh ditunda. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah, bagaimana penundaan ibadah haji pasca istitaah menurut Imam Al-Syafii. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research), sebagai analisinya menggunakan pendekatan yuridis dengan metode deduktif-induktif. Berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa: Pertama, Imam Al-Syafii membagi dua macam tentang pengertian istitaah, yaitu kemampuan karena dirinya sendiri dan kemampuan bukan karena dirinya sendiri atau melalui kemampuan orang lain. Kedua, Imam Syafii menyatakan bahwa ibadah haji itu termasuk kewajiban yang bersifat tarakhi (kelonggaran) atau boleh ditunda. Dijelaskan bahwa keadaan dibolehkannya mengakhirkan haji apabila adanya azam (tekad) yang bisa dikerjakan pada waktu yang akan datang. Karena Rasul SAW sendiri menunda pelaksanaan ibadah haji sampai pada tahun ke-10 Hijriah walaupun kewajiban ibadah haji disyaratkan pada tahun ke-6 Hijriah. AS14.102 http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=990981 AS14.102 ARZ p
institution IAIN Pekalongan
collection Book
language Indonesia
format Online
author Xahron Arzad
spellingShingle Xahron Arzad
Penundaan Ibadah Haji Pasca Istita'ah Menurut Imam Al-Syafi'i
author_facet Xahron Arzad
author_sort Xahron Arzad
title Penundaan Ibadah Haji Pasca Istita'ah Menurut Imam Al-Syafi'i
title_short Penundaan Ibadah Haji Pasca Istita'ah Menurut Imam Al-Syafi'i
title_full Penundaan Ibadah Haji Pasca Istita'ah Menurut Imam Al-Syafi'i
title_fullStr Penundaan Ibadah Haji Pasca Istita'ah Menurut Imam Al-Syafi'i
title_full_unstemmed Penundaan Ibadah Haji Pasca Istita'ah Menurut Imam Al-Syafi'i
title_sort penundaan ibadah haji pasca istita'ah menurut imam al-syafi'i
description Persoalan penundaan ibadah haji bermula dari perintah ibadah haji itu sendiri yang terdapat di dalam surat Ali Imran ayat 97 : Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah. Dan firman Allah SWT di dalam surat al-Baqarah ayat 196 : Dan sempurnakanlah ibadah haji dam umrah karena Allah. Kedua ayat di atas berkaitan dengan perintah ibadah haji, namun tidak menyebutkan perintah itu dengan segera atau tidak dilaksanakan dengan segera. Oleh sebab itu para ulama Fikih berbeda pendapat dalam menentapkan kewajiban haji, apakah disegerakan atau boleh ditunda. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah, bagaimana penundaan ibadah haji pasca istitaah menurut Imam Al-Syafii. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research), sebagai analisinya menggunakan pendekatan yuridis dengan metode deduktif-induktif. Berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa: Pertama, Imam Al-Syafii membagi dua macam tentang pengertian istitaah, yaitu kemampuan karena dirinya sendiri dan kemampuan bukan karena dirinya sendiri atau melalui kemampuan orang lain. Kedua, Imam Syafii menyatakan bahwa ibadah haji itu termasuk kewajiban yang bersifat tarakhi (kelonggaran) atau boleh ditunda. Dijelaskan bahwa keadaan dibolehkannya mengakhirkan haji apabila adanya azam (tekad) yang bisa dikerjakan pada waktu yang akan datang. Karena Rasul SAW sendiri menunda pelaksanaan ibadah haji sampai pada tahun ke-10 Hijriah walaupun kewajiban ibadah haji disyaratkan pada tahun ke-6 Hijriah.
publisher Jurusan Syariah-Prodi S-1 Al Ahwal Al Syakhsiyyah- STAIN Pekalongan
publishDate 2014
url http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=990981
_version_ 1690546566788546560
score 11.174184