Pandangan Imam Syafi'I Dan Imam Hanafi Terhadap Hukum Penarikan Kembali Harta Hibah Serta Relevansinya Dengan Kompilasi Hukum Islam

Kata Kunci : Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Penarikan Kembali Harta Hibah,KHI Konsentrasi penelitian ini membahas tentang penarikan kembali harta hibah yang penulis kaji dari perspektif dua Ulama’ yang berbeda, yakni Imam Syafi’i dan Imam Hanafi. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (libr...

ver descrição completa

Na minha lista:
Detalhes bibliográficos
Principais autores: Ahmad Khaeruman (2011110027), Dr. H.M. Hasan Bisyri, M.Ag, H. Mohammad Fateh, M. Ag
Formato: Online
Idioma:Indonesia
Publicado em: Prodi S-1 Hukum Keluarga Islam Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam STAIN Pekalongan 2016
Acesso em linha:http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=992405
Tags: Adicionar Tag
Sem tags, seja o primeiro a adicionar uma tag!
Descrição
Resumo:Kata Kunci : Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Penarikan Kembali Harta Hibah,KHI Konsentrasi penelitian ini membahas tentang penarikan kembali harta hibah yang penulis kaji dari perspektif dua Ulama’ yang berbeda, yakni Imam Syafi’i dan Imam Hanafi. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Data penelitian ini berupa korpus dan statement-statement yang tertuang dalam kitab-kitab fikih. Oleh karena itu sumber data primer yang di ambil sebagai bahan dalam penelitian ini adalah: buku-buku karangan dari kedua Imam, yang mana akan penulis kumpulkan dengan teknik telaah dokumen. Setelah data terkumpul, penulis akan menganalisisnya dengan metode deskriptif analitis, yaitu dengan memaparkan seluruh permasalahan yang ada melalui telaah pustaka dengan memadukan analisis isi (content analysis). Sedangkan secara umum pendekatan dalam penelitian ini menerapkan metode komparatif, karena tema yang penulis ajukan akan dikaji dari dua perspektif Ulama’, yakni Imam Syafi’i dan Imam Hanafi. Hasil penelitian ini menunjukan baik Imam Syafi’i maupun Imam Hanafi sepakat bahwa hibah yang dilakukan untuk memperkuat tali silaturrahmi atau karena murni untuk tujuan shadaqah maka hukumnya tidak boleh ditarik kembali oleh pemberinya kecuali hibah orang tua kepada anaknya. Namun, keduanya terlihat berbeda ketika membahas hibah yang bertujuan untuk mengharapkan ganti dari penerimanya (Hibah al-Tsawab). Menurut Imam Syafi’i, jika tujuannya memang benar-benar untuk mengharapkan ganti dari penerimanya maka hibah boleh ditarik kembali. Sementara menurut Imam Hanafi, sebelum ada ganti dari penerimanya maka hibah masih dapat ditarik kembali oleh pemberinya. Istinbath yang digunakan oleh dua Ulama’ tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan secara metodologis. Yakni sama-sama menggunakan riwayat yang berasal dari Umar ra. Ini kemudian mengasumsikan bahwa keduanya dalam mengambil kesimpulan hukum terkait penarikan kembali harta hibah adalah sama-sama menggunakan Qaul al-Shahabi sebagai dasar hukumnya. Relevansi dari dua pendapat ulama tersebut, terhadap konsep penarikan harta hibah yang ada dalam KHI terletak pada sejauh mana pemikiran dua ulama tersebut memperngaruhi rumusan aturan yang ada dalam KHI. Konsep hibah dalam KHI kurang lebih hampir sama dengan yang ditawarkan oleh Imam Syafi’i, yang mana hibah tidak dapat ditarik kembali kecuali hibah orang tua kepada anaknya. Walaupun KHI dalam menyoal penarikan kembali harta hibah lebih identik dengan pendapatnya Imam Syafi’i, namun faktanya KHI tidak mengikuti Imam Syafi’i secara utuh. Dalam perspektif Imam Syafi’i, motif dari hibah yang diberikan oleh seseorang amatlah menentukan status kebolehannya untuk ditarik kembali. Sementara dalam KHI motif hibah tersebut tidak dibicarakan sama sekali. Oleh karena itu, konsep hukum yang disampaikan oleh KHI terkait permasalahan penarikan kembali harta hibah terkesan tertutup.