Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf dari Masjid Menjadi Jalan

Dalam hukum perwakafan di Indonesia bahwa harta yang sudah diwakafkan dilarang untuk: dijadikan jaminan; disita; dihibahkan; disita; dijual; diwariskan; ditukar atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Sebagian ulama juga berpendapat bahwa kekalnya harta benda wakaf itu harus sesuai...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Authors: KHOIRUL HIDAYAT, H. Mubarok, Lc,. M. Si
Format: Online
Language:Indonesia
Published: Jurusan Syariah - Al Ahwal Al Syakhsiyyah - STAIN PEKALONGAN 2014
Online Access:http://103.142.62.240:80/perpus/index.php?p=show_detail&id=12311
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Dalam hukum perwakafan di Indonesia bahwa harta yang sudah diwakafkan dilarang untuk: dijadikan jaminan; disita; dihibahkan; disita; dijual; diwariskan; ditukar atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Sebagian ulama juga berpendapat bahwa kekalnya harta benda wakaf itu harus sesuai dengan ikrar wakafnya. Praktik pelaksanaan perwakafan di Indonesia khususnya di Desa Menguneng kecamatan Warungasem, dimana ada sebuah tanah masjid dulunya digunakan untuk masjid sekarang telah menjadi jalan raya. Hal ini dilakukan sebagai ganti dari jalan raya tersbut telah dibangun masjid guna perluasan masjid. Namun, khusus perubahan / penukaran / penggantian harta benda wakaf itu diperbolehkan dengan memenuhi persyaratan yang sangat ketat. Oleh karena itu penulis mengangkat kasus tersebut, dengan rumusan masalah : Bagaimana pertimbangan hukum perubahan peruntukkan tersebut? Dan Bagaimana tinjauan hukum Islam dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf perubahan peruntukkan tanah wakaf dari masjid menjadi jalan di desa Menguneng kecamatan Warungasem kabupaten Batang? Metode penelitian ini adalah deksriptif dan induktif untuk menggambarkan secara sistematis, factual, dan akurat terhadap perubahan peruntukan tanah wakaf di Desa Menguneng Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang. Adapun jenis penelitiannya adalah penelitian Normatif dengan pendekatan Kasus (Case Approach). Karena penulis mencari data-data dan informasi dengan cara pengamatan dan wawancara atau interview secara langsung kepada nazir atau pengurus masjid atau pihak yang terlibat dan pertimbangan hukum yang digunakan dalam praktik perubahan tersebut. Sehingga penulis menganalisisnya secara interaktif dan menjadi partisipan observarian, terlibat langsung dalam proses pengambilan data lapangan. Adapun hasil dari penelitian ini adalah Pertama; bahwa pertimbangan hukum yang digunakan oleh pengurus / nazir adalah adanya tuntutan kemaslahatan untuk melakukannya karena keadaan yang mendesak. Hal ini sejalan dengan ijtihadnya Sahabat Umar bin Khattab ketika peristiwa di Tamarin Kota Kuffah dan hal itu sudah menjadi Ijma’ dikalangan para sahabat. Kalangan Hanafiyah dan Hanabilah membolehkan praktik perubahan wakaf apabila perubahan peruntukan tersebut lebih maslahat dan lebih bermanfaat daripada peruntukkan wakaf yang sebelumnya dengan memenuhi syarat-syarat tertentu yang tidak bertentangan dengan ketentuan syari’ah. Sedangkan kebanyakan kalangan Syafiiyah dan Malikiyah sangat berhati-hati Bahkan mereka cenderung melarang praktik melakukan perubahan atau penukaran secara tegas dan keras. Kedua; Meskipun terjadi perubahan peruntukan saja akan tetapi perubahan tersebut belum sesuai dengan hukum perwakafan di Indonesia. Hal ini disebabkan, pengurus masjid belum mendaftarkan dan memperoleh izin dari instansi yang berwenang. Semestinya pengurus masjid memperoleh izin terlebih dahulu dari BWI untuk melakukan perubahan peruntukan. Sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 41 Tahun 2004 dalam pasal 36. Nantinya Pengurus masjid akan mendaftarkan dan melaporkan perubahan tersebut ke instansi yang berwenang setelah masjid Baiturrahman sudah jadi dan tertata rapi.